Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah, catatan kecil pencetusan Revolusi Mental oleh Sang Proklamator Bapak Bangsa Bung Karno (Presiden 1 Republik Indonesia).
DENPASAR - Sebagai tokoh sentral dalam perjalanan sejarah bangsa, Sukarno selalu punya daya tarik tersendiri. Dari mulai pemikiran, kisah perjuangan, hingga cerita romansa, semuanya disukai orang dan tak habis dibicarakan. Namun, ada satu fragmen yang luput dari perhatian orang, yakni pandangan Sukarno soal investasi bagi diri sendiri yang berguna dalam menjalani hidup ke depan.
Baca juga:
Alex Wibisono: Berebut Kecurangan
|
Perihal investasi ini disampaikan proklamator itu saat peringatan ke-11 proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal 17 Agustus 1956 di Istana Merdeka. Lewat pidato hampir 30 halaman berjudul,
"Berilah Isi Kepada Hidupmu!"
Sukarno menyampaikan pesan penting kepada seluruh rakyat agar berpartisipasi dalam proses pembangunan. Sebab, saat itu negara sedang pada tahap pemulihan pasca-Perang Kemerdekaan (1945-1949), atau Sukarno menyebutnya 'taraf investment'. Salah satu pesan itu adalah kewajiban rakyat berinvestasi sebagai modal pembangunan. Apa saja investasi itu?
Menurut Sukarno, ada tiga jenis investasi. Pertama, investment of human skill berupa keharusan rakyat memiliki keahlian dan semangat tinggi. Kedua, material investment yang mengharuskan rakyat memiliki modal materi. Bisa berwujud barang, bahan-bahan penting, barang berharga, kepemilikan alat, dan sebagainya. Ketiga, mental Investment, yakni kewajiban rakyat agar punya cara berpikir, mental, dan batin yang kuat.
Namun, dari ketiga itu Sukarno menekankan satu investasi penting. Bukan kepemilikan barang atau keterampilan hebat, tetapi soal mental investment atau investasi mental. Kata Sukarno, investasi mental adalah hal mendasar dan sangat penting untuk mencapai jiwa nasional yang berguna dalam memupuk rasa cinta tanah air dan pembangunan. Tak masalah rakyat belum punya apapun. Sebab terpenting harus punya mental kuat terlebih dahulu. Jika tidak memiliki hal ini, maka percuma rakyat memiliki bentuk investasi lain.
"Boleh sekarang kita belum punya alat-alat materiil secara lengkap. Boleh sekarang kita belum memiliki traktor. Boleh sekarang kita belum memiliki baja atau semen seribu gunung. Boleh sekarang kita belum punya bahan kimia. Boleh sekarang kita belum memiliki apapun. Namun, dengan jiwa malaikat InsyaAllah kita tidak akan mati!, " kata Sukarno di hadapan ribuan rakyat.
Pria kelahiran Surabaya itu beralasan bahwa jika jiwa dan pikiran rakyat Indonesia memiliki sikap minder, takut, lemah dan masih memandang Belanda atau bangsa asing sebagai sesuatu yang hebat, maka jangan harap bisa mengelola apapun di masa depan. Apabila rakyat nekat melakukan investasi lain tanpa memiliki jiwa nasional yang kuat, maka kata Sukarno, orang itu akan menjadi terbelakang dan hanya jadi budak.
Dari sinilah Presiden Indonesia Ke-1 itu mencetuskan istilah Revolusi Mental.
"Mental kita harus berubah. Mental kita harus berevolusi. Mental kita harus mengangkat diri kita di atas kekecilan jiwa. Jauhkan urusan yang mempeributkan urusan kecil, " katanya.
Lebih lanjut, Sukarno ingin manusia Indonesia meninggalkan kemalasan, korupsi, sikap individualisme, sikap sombong, dan sok jagoan. Jika itu semua sudah dilepaskan, maka manusia Indonesia sudah resmi menjadi manusia pemimpin yang bisa memimpin dirinya sendiri dan orang lain untuk melangkah di masa depan, termasuk soal kepemilikan bentuk investasi lainnya. Apabila manusia sudah disiplin, rajin dan bertanggungjawab maka menurut Sukarno sudah memiliki kemampuan pengelolaan investasi lain.
Dirgahayu NKRI ke-78, gelorakan semangat perjuangan kemerdekaan. (Tim)